Breaking News
Loading...
Selasa, 29 Juni 2010

Sebelum beranjak kearah yang lebih luas penulis mencoba untuk memberikan pengertian terlebih dahulu dari arti pemimpin, menurut Jim Collin: Mendefinisikan pemimpin memiliki beberapa tingkatan, terendah adalah pemimipin yang andal, kemudian pemimpin yang menjadi bagian dalam tim, lalu pemimpin yang memiliki visi, tingkat yang paling tinggi adalah pemimpin yang bekerja bukan berdasarkan ego pribadi, tetapi untuk kebaikan organisasi dan bawahannya. Dapat diartikan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Disini penulis mencoba mengambil contoh dari suatu kepemimpinan Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) disaat memimpin Negara Islam pertama yaitu Madinah. Penulis mengambil contoh seorang Nabi dan Rasullullah dikarenakan Beliau memang pantas untuk dijadikan suri tauladan bagi seluruh pemimpin karena Beliau Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) menjadikan disaat kepemimpinannya mampu mendengar saran, melaksanakan saran tersebut dan juga beliau mengajarkan kepada seluruh dunia dan kita yang hidup di bumi ALLAH, SWT. bagaimana bermusyawarah untuk mencapai sebuah kesepakatan yang terbaik. Penulis mengambil contoh dimana Nabi menerima saran dan memberikan contoh kepada sahabat-sahabat Beliau, yang akan penulis jabarkan sedikit mengenai kepemimpinan Beliau.

1) Perang Badr: Perang Besar Pertama.
Pada perang ini diriwayatkan bahwa Nabi memimpin kekuatan dengan 313 kekuatan yang terdiri dari sahabat-sahabat Nabi, disampin itu mereka tidak sepenuhnya diperlengkapi untuk suatu bentrokan besar dengan musuh, yang dimana kekutan musuh kaum Quraisy berkekuatan 1.000 orang. Disini banyak diriwayatkan kepiawaian Nabi dalam membawa pengikut-pengikutnya bersamanya ketika Nabi menghadapi situasi yang serius, tentunya Nabi dapat mengeluarkan sebuah perintah dan sahabat-sahabtnya pun akan patuh. Pada saat itu Nabi memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berkemah disuatu tempat yang terdapat beberapa sumur agar keperluan-keperluan air bersih dapat tercukupi dan ketika mencapai sumur pertama Nabi memberikan perintah untuk berkemah di tempat ketika mencapai sumur pertama. 
Disini penulis menjabarkan kisah mengenai Nabi sebagai pemimpin yang mampu menerima saran dan melaksanakannya. Pada saat Nabi memutuskan untuk berkemah ditempat itu, salah seorang kaum Anshar, al-Hubab Bin Al-Mundzir bertanya kepada Nabi: "Apakah kita berkemah disini karena Allah, SWT. telah memerintahkan demikian dan kita bergerak maju atau mundur dari sini? ataukah ini adalah penilaianmu sendiri bahwa tempat yang tepat untuk mencapai keuntungan terhadap musuh?". Ketika Nabi menjawab bahwa hal tersebut merupakan hasil dari penilaiannya sendiri, al-Hubab berkata:"kalau begitu, ini bukanlah tempat yang tepat untuk kita berkemah, lebih baik disarankan untuk maju, menuju sumur yang palin dekat dengan musuh, dimana kita dapat bermalam dan membuat kolam yang penuh dengan air sehingga kita memilki persedian air dan mereka tidak". Tanpa ragu-ragu Nabi mendukung pendapat ini dan memerintahkan untuk dilaksanakan.
Disini perlu digaris bawahi, seperti penulis kemukakan sebelumnya bahwa Nabi selalu siap untuk mendengarkan saran dan melaksanakanya. Kenyataan bahwa Beliau sendiri memiliki pendapat-pendapat yang berbeda tidak pernah menghalangi saran yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa beliau adalah seorang manusia yang pandangan-pandangannya tidak memilki keterkaitan dengan agama atau tugasnya untuk menyampaikan risalah Allah, SWT. kepada ummat manusia yang dapat ditinjau kembali atau dikoreksi. 
Peristiwa seperti itu juga merupakan pelajaran bagi praktis bagi seluruh penguasa dan pemimpin Muslim dimasa depan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang selau benar dan mampu menerima saran yang terbaik untuk tujuan bersama.

2) Peristiwa di Proses Perdawaian al-Hudaibiyah.
Setelah perjanjian damai dengan Quraisy yang dikenal dengan Kemenangan al-Hudaibiyah, dimana perjanjian tersebut berlangsung selama 10 tahun. Nabi mengatakan kepada sahabat-sahabatnya:"sembelihlah binatang-binantang kalian dan bercukurlah "tahalul" dan lepaskan ihram kalian". Pada saat itu juga tiada satu orang pun memberikan tanda-tanda kesediaan untuk melaksanakan perintah ini, hal ini disebabkan kekecewaan para sahabat-sahabat Nabi terhadap isi perjanjian dengan kaum Quraisy. Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) sampai mengulang perintahnya sebanyak tiga kali dan tiada satupun yang melaksanakan sebagaimana yang beliau sampaikan, dan Nabi benar-benar sangat marah. Beliau pergi ke kemahnya dimana Umm Salamah, salah satu istri Nabi yang menyertai perjalanan tersebut. Umm Salamah menanyakan perihal tersebut mengapa sampai Nabi  betapa marahnya terhadap kaum muslimin, Umm Salamah berusaha menenagkan Beliau dan berucap: "Rasulullah, jangan salahkan mereka, mereka sedang berada dibawah tekanan berat dikarenakan masalah yang dihadapi mereka dalam mencapai kesepakatan damai tersebut dan karena telah menempuh perjalanan yang panjang dari rumah mereka tanpa mencapai tujuan kita semua", kemudiaan Umm Salamah memberikan semacam saran kepada Beliau, agar Nabi supaya keluar untuk menyembelih onta-ontanya, mencukur rambutnya dan melepaskan ihramnya. Ketika sahabat-sahabat Beliau menyaksikan apa yang dilakuakan Beliau mereka pun segera melakukan hal yang sama.
Dapat kita renungkan bersama bagaimana Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) menerima saran yang baik dan memberikan contoh kepada sahabat-sahabatnya apa yang dilakukannya. Hal ini menjadikan gambaran kepada para pemimpin bahwa seorang pemimpin harus lah tidak menghalangi saran yang baik dan mampu memberikan contoh kepada orang lain untuk melakukan suatu hal, bukan hanya sekedar perintah, menerima laporan apa yang telah dikerjakan orang lain, akan tetapi pemimpin haruslah memberikan contoh apa yang ia perintahkan.

3) Penaklukan Khaibar.
Khaibar merupakan suatu wilayah puast konsentrasi Yahudi di Arabia pada waktu itu, dan orang-orang Yahudi di kawasan Khaibar adalah musuh Islam yang mana pada saat itu oarang-orang Yahudi ingin menghabisi Islam, sehingga mereka tidak bisa menerima pemikiran untuk hidup berdampingan dengan suatu agama baru. Maka dari itu Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) dan para sahabatnya merasa perlu dilakukannya penaklukan di Khaibar. Perlu digaribawahi disini bahwa Nabi dan para sahabat-sahabtnya melakukan perang atau melakukan penaklukan di wilayah Arabia adalah mereka hanya ingin bebas menyampaikan risalah Allah, SWT. kepada manusia dan membiarkan mereka memilih apakah menerima atau menolaknya, sudah banyak meriwayatkan pada awal Islam di kepemimpinan Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) banyak yang menghalang-halangi penyampain risalah Allah, SWT. juga tidak segan-segan melakukan penyiksaan kepada siapa saja yang memeluk agama Islam dan juga banyak yang melakukan penghianatan-penghiantan terhadap perjanjian-perjanjian yang telah disepakati, tapi disini penulis tidak mengulas terlalu banyak mengenai perperangan yang dilakukan oleh Kaum Muslimin pada saat itu akan tetapi sedikit mengulas kepemimpinan Nabi sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Besar Kaum Muslimin di Negara Islam pertama yaitu Madinah atau Yatsrib.
Ketika pasukan Muslim tiba di dekat Khaibar, nabi menghendaki berkemah di dekat bagian an-Nattah dan benteng-bentengnya. Kembali salah seorang dari sahabat-sahabat Beliau, al-Hubab Bin al-Mundzir mengatakan pendapatnya: "orang-orang an-Nattah sangat terkenal karena keahlian memanahnya, mereka dapat meluncurkan anak panah dari jarak yang jauh, dan mereka dapat mengenai sasaran dengan baik dan mereka jauh diatas kita didalam benteng mereka merupakan suatu keuntungan tambahan bagi mereka. Jika kita berkemah disini, kita tidak bisa sepenuhnya menjaga diri kita dari serangan mereka dan meraka dapat mengambil keuntungan dari pohon-pohon kurma yang memberikan perlindungan tambahan kepada mereka, akan lebih baik kita tidak berkemah disini dan berkemah ditempat-tempat lain". Nabi mengatakan kepadanya: "saranmu sungguh tepat". Beliau pun memerintahkan supaya bergerak mundur sehingga mereka agak jauh dari benteng dan terhindar sasaran dari pemanah-pemanah gelap.
Sikap yang diambil Nabi ini mengingatkan kita akan sikapnya di Badr, ketika al-Hubab Bin al-Mundzir juga keberatan akan rencana perkemahan pasukan Kaum Muslimin. Disini dapat kita benar-benar renungkan bahwa Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) adalah panglima besar dan pemimpin tertinggi Kaum Muslimin pada saat penaklukan Khaibar bersedia dan selalu bersedia mengikuti saran siapa saja berkaitan dengan persoalan strategi atau kebijakan, persoalan-persoalan seperti itu diserahkan olehnya untuk memutuskan sebagai seorang manusia.

Dalam hal ini penulis cuma sedikit menjelaskan bagaimana seorang pemimpin mengambil sikap kepemimpinan demi tujuan bersama bukan untuk maksud menggurui. Dalam beberapa kesempatan Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) bertindak sesuai dengan kebijaksanaannya sendiri, tanpa memberlakukan kehendaknya pada sahabat-sahabtnya, seberapa pun atau sekecil apa pun urusan yang dihadapinya, Nabi selalu bersedia menerima saran yang baik. Dengan melakukan hal-hal tersebut diatas, Nabi telah memberikan contoh kepada para pemimpin dan penguasa khususnya para pemimpin Muslim generasi-generasi saat ini dan yang akan datang bagaimana seharusnya pemimpin yang mampu memimpin dan dipimpin untuk tujuan bersama dan kesejahteraan bersama. Disini juga Nabi Muhammad (shalawat dan salam atasnya) menunjukkan makna yang sesungguhnya dari kenyataan bahwa Agama Islam adalah sebuah sistem yang didasarkan pada pemerintahan yang mengutamakan musyawarah.

Penulis merasa cukup untuk membagi pengetahuan yang tidak seberapa ini yang penulis dapatkan dari bacaan buku: Salahi, M. A. MUHAMMAD Man and Prophet. Mitra Pustaka. Yogyakarta; April 2010. Penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam penulisan dan sebagainya dan kepada Allah, SWT. penulis memohon ampun.

0 komentar: