A.
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh
ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi
luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu,
tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global
yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi,
transportasi, investasi, dan perdagangan. Kondisi dan perubahan cepat yang
diikuti pergeseran nilai tersebut perlu disikapi secara bijak melalui langkah
kegiatan yang terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai aspek
pembangunan untuk membangun kepercayaan masyarakat guna mewujudkan tujuan
pembangunan nasional.
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, diwujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaraan negara yang
berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan oleh
penyelenggara negara yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara
bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang
dilakukan oleh masyarakat untuk memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan
dalam semua bidang kehidupan menuju suatu keadaan yang lebih baik dari pada
keadaan sebelumnya. Tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yaitu
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual.
Pencapaian tujuan nasional di atas dilakukan dengan rangkaian upaya pembangunan
berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang
dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudkan
masyarakat adil dan makmur. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan
dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan
suasana yang menunjang.
Keberhasilan
pembangunan nasional tidak lepas dari peran dan fungsi organisasi pemerintah
yang mengemban tugas-tugas pemerintah karena keberhasilan organisasi pemerintah
dalam mencapai tujuan sangat mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik pada Bab I, Pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa :
Penyelenggara pelayanan publik yang
selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.
Dalam rangka pencapaian tujuan nasional dan tujuan
pembangunan nasional tersebut diperlukan peran serta Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang tugasnya
adalah untuk melaksanakan pemerintahan dan tugas pembangunan. Dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pada Bab II, Pasal 3 ayat 1
ditegaskan bahwa :
Pegawai
Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan.
Dengan demikian
output dari pelaksanaan tugas adalah berupa jasa pelayanan kepada masyarakat
sehingga pelayanan dikatakan efektif apabila aparat berhasil dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan kata lain keberhasilan tugas pemerintah dalam pembangunan
nasional banyak tergantung pada kerja dan kemampuan pegawai negeri. Dari
penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa kedudukan dan peranan pegawai
negeri sangat penting dan menentukan keberhasilan pembangunan nasional.
Tugas pemerintah
tidak hanya mengatur saja, akan tetapi juga memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Fungsi pelayanan selama ini belum mendapat perhatian dari para
aparat birokrasi kita sebab fungsi mengaturnya lebih dominan dibandingkan porsi
pelayanannya. Birokrasi pemerintah menempati posisi yang penting dalam
pelaksanaan pembangunan karena merupakan salah satu instrumen penting yang akan
menopang dan memperlancar usaha-usaha pembangunan. Berhasilnya pembangunan ini
memerlukan sistem dan aparatur pelaksana yang mampu tanggap dan kreatif serta
pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern dalam sikap
perilaku dan kemampuan teknisnya termasuk di dalamnya adalah memberikan
pelayanan yang efektif kepada masyarakat. Karena pelayanan yang efektif akan
memperlancar jalannya proses pembangunan.
Birokrasi publik,
pada dasarnya dihadirkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Meskipun
birokrasi publik memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan organisasi bisnis,
tetapi dalam menjalankan misi, tujuan dan programnya menganut prinsip-prinsip
efisiensi, efektivitas, dan menempatkan masyarakat sebagai stakeholder yang harus dilayani secara optimal. Layanan publik,
merupakan hak masyarakat yang pada dasarnya mengan-dung prinsip: kesederhanaan,
kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung-jawab, kelengkapan
sarana, dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan keramahan, dan
kenyamanan.
Keinginan
mewujudkan layanan publik secara optimal, tidak dapat dijalankan dengan baik
karena birokrasi tidak cukup responsif terhadap dinamika semakin menguatnya
kemampuan masyarakat, baik melalui mekanisme pasar maupun mekanisme organisasi
sosial kemasyarakatan memungkinkan birokrasi meredefinisikan kembali misinya.
Pengalaman membuktikan bahwa birokrasi yang dikendalikan dari jauh hanya
menghasilkan penyeragaman yang seringkali tidak cocok dengan situasi dan
kondisi pada variabilitas antar daerah. Banyak program pemerintah gagal
memperoleh dukungan penuh dan partisipasi masyarakat karena karena tidak sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi daerah. Perbedaan kultural, geografis, dan
ekonomis melahirkan kebutuhan yang berbeda dan menuntut program-program
pembangunan yang berbeda pula.
Pelayanan publik dikembangkan berdasarkan client yaitu mendudukan diri bahwa warga negaralah yang membutuhkan
pelayanan, membutuhkan bantuan birokrasi. Sehingga pelayanan yang dikembangkan
adalah pelayanan yang independen dan menciptakan dependensi bagi warga negara
dalam urusannya sebagai warga negara. Warga negara atau masyarakat dianggap
sebagaio follower dalam setiap
kebijakan, program atau pelayanan publik. Masyarakat dianggap sebagai makhluk
yang “ manut “, selalu menerima setiap aktivitas birokrasi, padahal terkadang
pemerintah melakukan aktivitas yang “ tidak selalu menguntungkan bagi
masyarakat “ ( Dwiyanto, 2006:59 ).
II.
Identifikasi
Masalah
Beranjak dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul adalah
bagaimana pelayanan publik yang dilakukan pada birokrasi pemerintahan?
III.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pelaksanaan
pelayanan publik yang dilakukan pada birokrasi
pemerintahan.
IV.
Metode
Penulisan
Metode yang
digunakan dalam menyusun makalah ini adalah tinjauan pustaka. Sumber yang digunakan
dalam menyusun makalah ini adalah beberapa literatur terkait, baik dalam bentuk
buku maupun artikel internet, sehingga diharapkan dalam pembuatan makalah ini
sumber-sumber yang dipergunakan dapat menjadi bahan rujukan yang akurat agar
nantinya informasi yang disampaikan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Birokrat yang tidak “becus”,
itulah anggapan kita apabila mengalami kejadian di lempar dari satu pejabat ke
pejabat berikutnya tanpa memperoleh informasi yang kita inginkan, apabila
formulir yang sangat panjang harus diisi berkali-kali dan dikembalikan begitu
saja kepada kita hanya karena lupa menambahkan suatu informasi yang sangat
sepele. Menurut bahasa sehari-hari, istilah Birokrasi adalah sebagai pelayanan
umum yang semestinya mencerminkan kepentingan-kepentingan umum, lebih banyak
tidak mengindahkan muatan moralitas kemanusiaan, daripada mengaplikasikan
kedalam realitas pelayanan yang sesungguhnya.
Sekarang ini masih
banyak masalah yang menimpa masyarakat mengenai pelayanan umum, seperti masalah
perijinan, pembuatan, perpanjangan surat-surat yang dibutuhkan masyarakat,
misalnya pembuatan KTP, Kartu Keluarga, dan surat-surat pengantar untuk
diajukan ke instansi yang lebih tinggi. Masalah timbul dari masyarakat sebagai
konsumer tidak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, dan beberapa faktor
internal pada kinerja pelayan publik pada kecamatan sebagai instansi tingkat
pemerintahan yang berwenang baik dalam masalah pelayanannya seperti berapa lama
pembuatan, kinerja pelayannya ataupun mengenai biaya.
Penyelenggaraan
pelayanan oleh pemerintah yang cenderung menganggap bahwa sebaik apapun dalam
memberikan pelayanan pada masyarakat, toh tidak akan merubah gaji dan
pendapatan mereka. Profesionalisme bukan menjadi tujuan utama mereka. Mereka
mau melayani hanya karena tugas dari pimpinan instansi atau karena sebagai pegawai pemerintah, bukan
karena tuntutan profesionalisme kerja. Ini yang membuat keberpihakannya kepada
masyarakat menjadi sangat rendah. Pelayan publik akan bersikap ramah kepada
mesyarakat pengguna layanan kalau ada “sesuatu” yang memberikan keuntungan atau
melatar belakanginya, seperti hubungan pertemanan, status sosial ekonomi warga
dan lain-lain. Bagi masyarakat pengguna layanan yang kebetulan mempunyai
kenalan, sebagai kerabat, saudara, orang kaya yang dapat memberikan “ucapan
terima kasih”, serta mereka yang mempunyai status sosial terpandang di
masyarakat, biasanya akan memperoleh “perlakuan khusus” dari para pelayan
publik. Dalam situasi demikian, maka budaya antri menjadi hilang, sebaliknya
budaya pelayanan “jalan tol”menjadi pilihan stategis dan menjadi hal yang biasa
dilakukan. Ini hanya mungkin dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kelebihan
uang, status, dan sejenisnya yang tidak dimiliki oleh masyarakat biasa.
Birokrasi
menjadi elemen penting yang menghubungkan ekonomi dengan masyarakat. Terdapat beberpa faktor yang mempengaruhi birokrasi
dalam pengambilan keputusan :
a. Faktor
budaya;
b. Faktor
individu;
c. Faktor
organisasi dan manajemen;
d. Faktor politik.
Kendala
infrastruktur organisasi pemerintahan
yang
belum mendukung pola pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan
belum terbangunnya kaidah-kaidah
atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar
kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping
rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Standard
Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service provider belum
diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan
besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya
tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat.
Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan
dengan menurunya kualitas pendidikan, sekolah-sekolah. Sistem pemeliharaan
kesehatan tidak terkendali. Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak, sehingga
banyak narapidana menjadi bebas. Tradisi pejabat dan pegawai birokrasi selama ini
seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga masyarakat yang
datang keistansinya untuk
memerlukan selember surat keterangan ataupun yang berhubungan dengan pelayanan
publik .
C. KAJIAN
PUSTAKA
Untuk meningkatkan kualitas
dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi
perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang
di dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia, maka pada
tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Menurut UU tersebut, Pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
Ruang lingkup pelayanan publik
menurut Undang-Undang Pelayanan Publik meliputi pelayanan barang publik dan
jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tersebut, termasuk pendidikan,
pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi,
lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan,
perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
(Pasal 5 UU No 25 Tahun 2009)
Dalam melaksanakan pelayanan
publik pemerintah membentuk Organisasi Penyelenggara. Penyelenggara adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Penyelenggara
dan seluruh bagian organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas
ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Penyelenggara dapat melakukan
kerja sama dalam bentuk penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan
publik kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak menambah beban
bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan dalam kerjasama tersebut adalah:
a.
perjanjian
kerja sama penyelenggaraan pelayanan publik dituangkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan dalam pelaksanaannya
didasarkan pada standard pelayanan;
b.
penyelenggara
berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja sama kepada masyarakat;
c.
tanggung jawab
pelaksanaan kerja sama berada pada penerima kerja sama, sedangkan
tanggung jawab penyelenggaraan secara menyeluruh berada pada
penyelenggara;
d.
informasi
tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara sebagai
penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh penyelenggara pada
tempat yang jelas dan mudah diketahui masyarakat; dan
e.
penyelenggara
dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat mengadu dan sarana untuk
menampung keluhan masyarakat yang mudah diakses, antara lain telepon,
pesan layanan singkat (short message service (sms)), laman
(website), pos-el (e-mail), dan kotak pengaduan.
Selain kerjasama diatas,
penyelenggara juga dapat melakukan kerja sama tertentu dengan pihak lain untuk
menyelenggarakan pelayanan publik. Kerja sama tertentu merupakan kerja sama
yang tidak melalui prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan penyelenggaraannya
tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu, misalnya
pengamanan pada saat penerimaan tamu negara, transportasi pada masa
liburan lebaran, dan pengamanan pada saat pemilihan umum. (Pasal 13 UU No 25
Tahun 2009)
Dalam melaksanakan pelayanan
publik, penyelenggara berkewajiban :
a.
menyusun dan
menetapkan standar pelayanan;
b.
menyusun, menetapkan, dan memublikasikan
maklumat pelayanan;
c.
menempatkan pelaksana yang kompeten;
d.
menyediakan sarana, prasarana, dan/atau
fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang
memadai;
e.
memberikan pelayanan yang berkualitas
sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
f.
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard
pelayanan;
g.
berpartisipasi aktif dan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
publik;
h.
memberikan pertanggungjawaban terhadap
pelayanan yang diselenggarakan;
i.
membantu masyarakat dalam memahami hak
dan tanggung jawabnya;
j.
bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi
penyelenggara pelayanan publik
k.
memberikan
pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan
diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
l.
memenuhi
panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah
suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara
atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 UU No 29 Tahun 2009)
Komponen standar pelayanan
sekurang-kurangnya meliputi:
a.
dasar hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan
pelayanan.
b.
persyaratan,
yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan,
baik persyaratan teknis maupun administratif.
c.
sistem,
mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi
dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d.
jangka waktu
penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e.
biaya/tarif,
yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
f.
produk pelayanan,
yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
g.
sarana,
prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan fasilitas pelayanan
bagi kelompok rentan.
h.
kompetensi
pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus
dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pengalaman.
i.
pengawasan
internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja
atau atasan langsung pelaksana.
j.
penanganan
pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata
cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
k.
jumlah
pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
l.
jaminan
pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai
dengan standard pelayanan.
m.
jaminan
keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan
rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan, yaitu Kepastian
memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko, dan keragu-raguan.
n.
evaluasi
kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan. (Pasal 21 UU
No 25 Tahun 2009)
Untuk kebutuhan biaya/tarif
pelayanan publik, pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau
masyarakat. Apabila dibebankan kepada masyarakat atau penerima pelayanan, maka
penentuan biaya/tarif pelayanan publik tersebut ditetapkan dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 31 UU No 25 Tahun 2009)
Pengawasan penyelenggaraan
pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal dan pengawas eksternal.
Pengawasan internal penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui
pengawasan oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Sementara pengawasan eksternal
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui:
a.
pengawasan oleh
masyarakat berupa laporan atau pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik;
b.
pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
c.
pengawasan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. (Pasal 35 UU No 25 Tahun 2009)
Penyelenggara berkewajiban
menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam
pengelolaan pengaduan serta berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang disediakan.
Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari penerima
pelayanan, rekomendasi ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu. Penyelenggara berkewajiban
menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. (Pasal 36 UU No 25 Tahun 2009)
Masyarakat berhak mengadukan
penyelenggaraan pelayanan publik, apabila;
a.
penyelenggara
yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau melanggar larangan; dan
b.
pelaksana yang
memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan.
Pengaduan tsb ditujukan kepada
penyelenggara, ombudsman, dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
(Pasal 40 UU No 25 Tahun 2009)
Pengaduan seperti dimaksud diatas
diajukan oleh setiap orang yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima
kuasa untuk mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam pengaduannya, pengadu dapat
memasukkan tuntutan ganti rugi. Dalam keadaan tertentu, nama dan identitas
pengadu dapat dirahasiakan.
Penyelenggara dan/atau ombudsman
wajib menanggapi pengaduan tertulis oleh masyarakat paling lambat 14
(empat belas) hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi
informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis tsb. Dalam hal
materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi aduannya selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak menerima tanggapan
dari penyelenggara atau ombudsman sebagaimana diinformasikan
oleh pihak penyelenggara dan/atau ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan
tidak dilengkapi dalam waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut
pengaduannya. (Pasal 44 UU No 25 Tahun 2009)
Dalam hal penyelenggara melakukan
perbuatan melawan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik
sebagaimana diatur dalam undang-undang pelayanan publik, masyarakat dapat
mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan. Pengajuan
gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus kewajiban penyelenggara
untuk melaksanakan keputusan ombudsman dan/atau penyelenggara. Pengajuan
gugatan perbuatan melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 52 UU No 25 Tahun 2009)
Dalam hal penyelenggara diduga
melakukan tindak pidana dalam penyelenggaraan pelayanan
publik sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, masyarakat dapat
melaporkan penyelenggara kepada pihak berwenang. (Pasal 53 UU No 25 Tahun
2009).
Sayangnya pelaksanaan pelayanan
publik menurut UU No 25 Tahun 2009 masih memiliki beberapa kendala. Kendala tsb
disebabkan oleh belum dikeluarkan Peraturan pemerintah mengenai ruang lingkup,
mengenai sistem pelayanan terpadu, mengenai pedoman penyusunan
standar pelayanan, mengenai proporsi akses dan kategori kelompok
masyarakat, mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dan Peraturan presiden mengenai mekanisme dan ketentuan
pemberian ganti rugi.
D.
ANALISIS ATAU PEMBAHASAAN
Pemerintah selaku
penyedian pelayanaan birokrasi pemerintahan kepada masyarakat secara
menyeluruh, baik pada level kebijakan, organizational, serta operasional harus sesuai dengan poin-poin mendasar
dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik.
Pada level kebijakan, dalam bentuk peraturan atau
kebijakan yang mengatur seluruh aspek sehingga menciptakan berbagai peraturan atau kebijakan yang
mendorong birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hal-hak sipil warga negara
dalam mendapatkan pelayanan prima yang yang di dalamnya menyangkut aspek
kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, dan gugatan.
Contohnya adalah penyusunan Standar Prosedur Operasi (SOP) pada seluruh instansi dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Sebagai
organisasi yang pro publik, penyempurnaan diarahkan untuk menghasilkan proses
yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas.
Untuk itu, penyusun
SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara
menyeluruh, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran
rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan
analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah
pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan
adanya standar prosedur operasi tersebut instasi pemerintah
dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan
pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus
dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Pada level
organizational, dapat dilakukan dalam bentuk perbaikan proses
rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap
kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar Kinerja
Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah. Memulai proses organization
reinventing dalam bentuk penataan organisasi.
Penataan organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman
fungsi, serta modernisasi. Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di segala level pemerintahan baik dari pusat sampai ke level
pemerintahan pada level terbawah. Disamping itu,
dilakukan pemisahan dan penajaman fungsi organisasi yang diharapkan mampu
menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan berkualitas dan
dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Terakhir, pada level operasional,
dilakukan melalui perbaikan serta peningkatan kualitas pelayanan yang meliputi
dimensi tangibles, reliability,
responsiveness, assurance dan emphaty. Perbaikan pelayanan kepada masyarakat
tersebut salah satunya tercermin dalam adanya perubahan waktu yang diperlukan
masyarakat untuk mendapatkan layanan.
Selanjutnya, pelayanan publik yang dilakukan pemerintah juga
dilihat dari segi faktor-faktor yang mempengaruhi birokrasi harus lah dilakukan perubahan,
diantaranya adalah faktor budaya, faktor individu, faktor organisasi dan
manajemen, serta faktor politik. Sehingga
institusi pemerintahan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan amanat
UU No. 25 Tahun 2009.
Akan tetapi dalam
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik dilapangan walaupun telah berjalannya
UU No. 25 Tahun 2009 masih banyak saja pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh pegawai atau pejabat dalam pelayanan publik. Oleh
karenanya, seharusnya pemerintah memiliki komitmen untuk melakukan penguatan
lembaga KPK dan Ombudsman yang merupakan salah satu indikator komitmen bangsa
dalam penciptaan pemerintahan yang melakukan
penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan bersih dan bebas dari KKN. Karena ternyata, dalam kenyataannya system
birokrasi kita masih memiliki banyak kelemahan. beberapa kelemahan yang
menonjol yaitu:
1.
Lemahnya kehendak pemerintah atau political
will/government will
2.
Belum ada kesamaan persepsi dan pemahaman tentang
visi, misi, tujuan dan rencana tindak tidak jelas;
3.
Belum ada kesepakatan menerapkan SIN (single identification/identity
number) tentang data kepegawaian, asuransi kesehatan, taspen, pajak, tanah,
imigrasi, bea-cukai, dan yang terkait lainnya
4.
Masih banyak duplikasi, pertentangan, dan
ketidakwajaran peraturan perundang-undangan
5.
Kelemahan dalam criminal justice system (sistem
penanggulangan kejahatan); penanggulangan kejahatan (criminal policy) belum
efektif menggunakan media masa dan media elektronika, kurangnya partisipasi
masyarakat, sanksi terlalu ringan dan tidak konsisten, dan criminal policy
belum dituangkan secara jelas dalam bentuk represif (criminal justice system),
preventif (prevention without punishment), dan pencegahan dini (detektif);
Berbagai upaya parsial telah dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik baik pemerintahan pusat
dan pemerintah
daerah. Namun demikian karena sifatnya yang parsial, perbaikan penyelenggaraan pelayanan publik masih
terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa tujuan. Sehingga masih dapat kita
temukan over-regulasi, rendahnya kualitas pelayanan publik, pertanggung jawaban
dan akuntabilitas, profesionalisme dan responsiveness yang disebabkan oleh
buruknya mind set, culture set dan budaya kerja para birokrat. Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu segera dilakukan penataan kelembagaan, kepegawaian
berbasis kinerja dengan reward and punishment, penyederhanaan ketatalaksanaan,
akuntabilitas kinerja pemerintah, peningkatan pelayanan publik, sistem
pengawasan nasional dan pengembangan budaya kerja aparatur negara baik di pusat
maupun di daerah yang dilakukan secara sistemik.
Adapun demikian, sangat disayangkan bahwa ternyata
pelaksanaanya tidaklah merata bahkan cenderung sendiri sendiri. Sebenarnya, penyelenggaraan pelayanan publik pleh pemerintah
dapat dilihat keefektivitasannya bila prinsip prinsip good government telah tercapai
termasuk public services pemerintah terhadap masyarakatnya. Untuk itu, demi
berlangsungnya penyelenggaraan
pelayanan publik seharusnya mulai diterapkan system
perubahan bersama dalam birokrasi jaringan jaringan pemerintah.
E.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
I.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dan dengan memperhatikan kerangka teorinya, maka dapatlah
disimpulkan bahwa :
a.
Pelayanan publik ditingkatkan menjadi “prima”, birokrasi ber-adaptasi
dengan dinamika perubahan lingkungan dan memahami kebutuhan masyarakat yang
dilayani.
b.
Capacity building yang tidak konsisten dan tidak taat azas dari
institusi birokrasi telah menjadi faktor dominan bagi melemahnya kinerja
birokrasi sehingga menjadi kehilangan gairah merespon kepentingan masyarakat
c.
Faktor-faktor eksternal birokrasi seperti : hukum, adat-budaya, politik,
sosial, dan ekonomi dan internal birokrasi seperti : doktrin, kepemimpinan,
lembaga, sumberdaya, dan struktur organisasi, secara bersama-sama menjadi
hambatan bagi upaya peningkatan derajat responsitas birokrasi.
d.
Model birokrasi yang modern sesuai dengan dinamika perkembangan belum
tersusun sebagai pilihan paradigma berbasis metapora budaya lokal.
e.
Derajat responsivitas elit birokrasi pemerintahan belum optimal dalam
implementasi, walaupun sudah dirumuskan dengan indahnya dalam kebijakan dan
strategi pembangunan.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang baik dan
demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas aparatur yang makin
meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik merupakan kebutuhan dan harus sejalan
dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha.
Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara
dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas.
Pada era globalisasi, aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan
yang sangat dinamis dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini
masyarakat Indonesia sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta
antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat
dibendung lagi. Oleh karena itu, penyelenggaraan pelayanan publik di tubuh
birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi terciptanya pelayanan prima
bagi masyarakat.
II.
Rekomendasi
Untuk
memayungi penyelenggaraan
pelayanan publik yang baik, diupayakan penataan
perundang-undangan, antara lain dengan menyelesaikan rancangan undang-undang dan melakukan revisi atau perubahan UU agar terjadinya
keselaraan dan Standard Operating Procedure (SOP) yang sesuai dengan perkembangan jaman dan keterbutuhan
masyarakat sebagi pengguna pelayan publik. Dengan demikian,
proses penyelenggaraan
pelayanan publik dapat berjalan dengan baik dengan adanya
legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.
Untuk
membangun bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh pemerintah dan
masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari able government ke better government dan trust
government. Selain itu, diharapkan masyarakat dapat lebih partisipatif dalam
pelaksanaan, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan
dan percepatan pemberantasan korupsi
disegala bidang pemerintahan baik pusat maupun daerah.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipwdia.org/PelayananPublik/OmbudsmanRepublikIndonesia/WikipediabahasaIndonesia,
ensiklopediabebas.html
Indihono, Dwiyanto. (2006). Reformasi “ Birokrasi Amplop” Mungkinkah ?. Yogyakarta. Penerbit
Gaya Media
Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik
Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
1 komentar:
Solusi antrian dengan mesin antrian komputer dan android menggunakan tombol dan touchscreen seperti di BANK, PUSKESMAS, RUMAH SAKIT, PELAYANAN PAJAK,TOKO,dan lain" dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau
rekavisitama.net
klik> mesin antrian
Klik> mesin antrian bank
Klik> mesin antrian android
Klik> mesin antrian puskesmas
Klik> mesin antrian jakarta
Klik> mesin antrian touchscreen
Klik> mesin antrian pajak
Posting Komentar