A. Pendahuluan
Pada
era globalisasi dalam menjalankan organisasi pemerintahan tantangan terbesar
adalah bagaimana melaksanakan keberhasilan pembangunan dengan tetap menerapkan
komitmen yang tinggi berupa penerapan nilai luhur peradapan bangsa dan prinsip
good governance dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan
melihat betapa pentingnya persoalan tersebut diatas maka organisasi publik
sebagai penyelenggara pemerintah harus menaruh perhatian yang lebih serius
terhadap peran sumber daya manusianya (pegawai) sebagai salah satu pilar utama
untuk mewujudkan good governance. Usaha tersebut dapat diciptakan dari peran
sumber daya manusia (aparatur pemerintah) yang efektif, efisien, bersih, dan
profesional serta produktif. Untuk itulah, perlu merumuskan secara rinci dan
terpadu usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai tingkat produktivitas
yang lebih tinggi dengan mengetahui faktor-faktor yang secara signifikan yang
berpengaruh terfhadap produktivitas pegawai di lingkungannya.
Aparatur
Pemerintah dalam organisasi publik merupakan salah satu sumber daya yang ada
dalam suatu organisasi disamping sumber daya yang lain, misalnya modal,
material, dan mesin. Kelebihan pada peran aparatur pemerintahan sebagai sumber
daya manusia adalah mampu mengelolah sumber daya lainnya, sehingga hampir
setiap organisasi menyatakan bahwa “manusia adalah aset terpenting bagi
organisasi”. Sebagai salah satu unsur produksi, manusia berkedudukan sama
dengan unsur lainnya, seperti teknologi dan biaya. Namun, manusia memiliki ciri
unik. Dia memiliki kepribadian yang aktif, banyak menggunakan intuisi, dinamis,
bahkan sensitif dan sekaligus sebagai pengelola dan atau pengguna dua unsur
produksi tadi, yaitu teknologi dan biaya untuk menghasilkan output tertentu.
Oleh
karena itu, manusia ditempatkan sebagai unsur yang sangat khusus oleh setiap
organisasi, karena manusia baru akan terdorong untuk bekerja dan meningkatkan
produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik (seperti
: makan, papan, pakaian), kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, sampai dengan
kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan baik (Mangkuprawira , 2003).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan
yang pada saatnya nanti membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan
dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai
pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk melakukan sesuatu, termasuk
melakukan pekerjaan atau beker
Bagi
sebagian pegawai, harapan untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan
untuk bekerja, namun yang lain berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari
banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Seseorang yang bekerja akan
merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya, dibandingkan yang tidak
bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima berbagai
fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari organisasi dimana mereka
bekerja. Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan pegawai untuk
mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya,
sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak organisasi yang dapat
memuaskan kebutuhannya.
Menurut
Schuler dan Jackson (1999), Mondy, et al. (1999), Schermerhorn, et al. (1998),
Robbins (1996), dan Siagian (1995), pada prinsipnya imbalan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik yaitu imbalan
yang diterima pegawai untuk dirinya sendiri. Biasanya imbalan ini merupakan
nilai positif atau rasa puas pegawai terhadap dirinya sendiri karena telah
menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik
pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan,
tanggung jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih
besar dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri, secara intrinsik merupakan
imbalan.Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak
langsung dan imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain
adalah gaji pokok, upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus;
sedangkan termasuk kompensasi tidak langsung antara lain jaminan sosial,
asuransi, pensiun, pesangon, cutin kerja, pelatihan dan liburan. Imbalan bukan
uang adalah kepuasan yang diterima pegawai dari pekerjaan itu sendiri atau dari
lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana pegawai bekerja. Termasuk imbalan
bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman, pengembangan
diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian
dan pengakuan.
Pembahasan
dalam tulisan ini akan difokuskan pada imbalan ekstrinsik yang selanjutnya
disebut sebagai kompensasi dan diartikan sebagai sejumlah uang atau penghargaan
yang diberikan oleh suatu organisasi kepadapegawainya, sebagai imbalan atas
jasanya dalam melakukan tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
Menurut Steers & Porter (1991) bahwa tinggi rendahnya kinerja pekerja berkaitan erat dengan sistem pemberian kompensasi yang diterapkan oleh lembaga/organisasi tempat mereka bekerja. Pemberian kompensasi yang tidak tepat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja seseorang. Ketidaktepatan pemberian kompensasi disebabkan oleh ; (1) pemberian jenis kompenasasi yang kurang menarik (2) pemberian penghargaan yang kurang tepat tidak membuat para pekerja merasa tertarik untuk mendapatkannya. Akibatnya para pekerja tidak memiliki keinginan meningkatkan kinerjanya untuk mendapatkan kompensasi tersebut.
Dalam
konteks organisasi publik aparatur pemerintah dapat bekerja dengan baik apabila
kompensasi yang diberikan kepadanya dapat mendukung kebutuhan hidupnya. Di
samping itu latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja pegawai juga
berpengaruh terhadap perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Kompensasi yang diberikan dalam bentuk gaji yang diberikan kepada pegawai
negeri dirasakan belum memadai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Oleh karena
itu, pemerintah berusaha untuk menaikkan gaji pegawai sampai 30 % (Solo Pos, 22
November 2005).
Berikut
ini akan dibahas tentang apa itu kompensasi, karakteristik dan mind set
kompensasi, tujuan dan fungsi kompensasi, bentuk kompensasi, hal-hal yang
menjadi pertimbangan kompensasi, dasar perhitungan kompensasi, keadilan dan
kelayakan kompensasi serta hubungan kompensasi dengan peningkatan kinerja
pegawai.
B. Pengertian dan Arti Pentingnya Kompensasi
Kompensasi
acapkali disebut sebagai penghargaan dan dapat di definisikan sebagai setiap
bentuk penghargaan yang di berikan pada pegawai sebagai balas jasa atas
kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Garry Dessler mendefinisikan
kompensasi sebagai berikut : Employee
compensastionnis all forms of pay rewards going to employee and arising from
their employment. Maksudnya kompensasi dapat diartikan sebagai
pemberian imbalan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja
itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan
suatu penilaian yang telah ditentukan organisasi secara objektif. Handoko
(1998) menyatakan bahwa : “Kompensasi adalah pemberian kepada pegawai dengan
pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan
sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang.
Jenis
kompensasi yang diberikan pada pegawai menurut Mondy dan Neo, dapat berbentuk
kompensasi finansial dan non finansial (Mondy & Neo,1993) Kompensasi
finansial adalah kompensasi yang diterima pegawai dalam bentuk finansial,
seperti gaji, upah, bonus dan tunjangan-tunjangan. Sedangkan kompensasi
non-finansial adalah kompensasi yang diterima pegawai dalam bentuk non-
financial, seperti promosi jabatan dan penghargan. Dalam penelitian Andrew F.
Sikula menyatakan bahwa di bagian kepegawaian, hadiah yang bersifat uang diberikan
kepada pegawai sebagai penghargaan dari pelayanan mereka. Bentuk- bentuk
kompensasi seperti upah, gaji digunakan untuk mengatur pemberian pegawai antara
pegawai dengan organisasi. Remunerasi adalah suatu hadiah, pembayaran atau
balas jasa untuk jasa yang diberikan (Martoyo, 2000, p.125).
Bagi
organisasi /perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasi
mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan
kesejahteraan pegawainya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasi yang tidak
memadai dapat menurunkan prestasi kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja
pegawai, bahkan dapat menyebabkan pegawai yang potensial keluar dari
organisasi.
Dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Luthans (1992:147), mengatakan: “Incentives, at the end of the motivation cycle is the
incentives defined as anything that will alleviate a need and reduce a drive,
thus attaining an incective will tend to restore physiological and
psychological balaance and will reduce or cut off the drive. Eating food,
drinking water, and obtainig friends willtend to resotore the balance and
reduce the corresponding drivers, food, water, and friens are the incentives in
these exemples”. Maksudnya adalah kompensasi, pada akhir daur
motivasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang akan meringankan kebutuhan
dan mengurangi gerakan, dengan demikian pencapaian kompensasi akan menuju
kepada perbaikan keseimbangan fisiologis dan psikologis dan akan mengurangi
atau menghilangkan gerakan. Memakan makanan, meminum air, dan memperoleh teman
akan menuju kepada perbaikan keseimbangan dan mengurangi penyesuaian gerakan,
makan, air, dan teman adalah kompensasi dari contoh-contoh diatas.
C. Karakteristik dan Mind Set Kompensasi
Simamora
(1997, pp.544-545) mengemukakan bahwa kompensasi mempunyai lima karakteristik
yang harus dimiliki apabila kompensasi dikehendaki secara optimal efektif dalam
mencapai tujuan-tujuannya. Karakteristik-karakteristik tersebut antara lain:
1. Arti penting
Sebuah
imbalan tidak akan dapat mempengaruhi apa yang dilakukan oleh orang-orang, atau
bagaimana perasaan mereka jika hal tersebut tidak penting bagi mereka. Adanya
rentang perbedaan yang luas diantara orang-orang jelaslah mustahil mencari
imbalan apapun yang penting bagi setiap orang di dalam organisasi. Dengan
demikian tantangan dalam merancang sistem imbalan adalah mencari
imbalan-imbalan yang sedapat mungkin mendekati kisaran pada pegawai dan
menetapkan berbagai imbalan-imbalan guna meyakinkan bahwa imbalan-imbalan yang
tersedia adalah penting bagi semua tipe individu yang berbeda di dalam
organisasi.
2. Fleksibilitas
Jika
sistem imbalan disesuaikan dengan karakteristik-karakteristik unik dari anggota
individu dan jika imbalan-imbalan disediakan tergantung pada tingkat kinerja
tertentu, maka imbalan-imbalan memerlukan berbagai tingkat fleksibilitas.
Fleksibilitas imbalan merupakan prasyarat yang perlu untuk merancang sistem
imbalan yang terkait dengan individu–individu.
3. Frekuensi
Semakin
sering suatu imbalan dapat diberikan, semakin besar potensi daya gunanya
sebagai alat yang mempengaruhi kinerja pegawai. Oleh karena itu imbalan-imbalan
yang sangat didambakan adalah imbalan-imbalan yang dapat diberikan dengan
sering tanpa kehilangan arti pentingya.
4. Visibilitas
Imbalan-imbalan
haruslah betul-betul dapat dilihat jika dikehendaki supaya kalangan pegawai
merasakan adanya hubungan antara kinerja dan imbalan-imbalan.
5. Biaya
Semakin
rendah biayanya, semakin diinginkan imbalan tersebut dari sudut pandang
organisasi. Imbalan berbiaya tinggi tidak dapat diberikan sesering imbalan
berbiaya rendah dan karena sifat mendasar biaya yang ditimbulkan, imbalan
berbiaya tinggi mengurangi efektifitas dan efisiensi
D. Tujuan dan Fungsi Kompensasi
Secara
umum pemberian manajemen kompensasi adalah untuk membantu organisasi dalam
mencapai tujuan keberhasilan strategi dan menjamin terciptanya keadilan baik
keadilan internal maupun keadilan eksternal. Schuler dan Jackson (1999)
menyatakan bahwa melalui kompensasi dapat digunakan untuk (a) menarik
orang-orang yang potensial atau berkualitas untuk bergabung dengan
organisasi.(b) mempertahankan pegawai yang baik. (c) meraih keunggulan
kompetitif. (d) memotivasi pegawai dalam meningkatkan produktivitas atau
mencapai tingkat kinerja yang tinggi. (e) melakukan pembayaran sesuai aturan
hukum.(f) memudahkan sasaran strategis.(g) mengokohkan dan menentukan struktur.
Bagaimana
kemudian kaitan manajemen yang efektif dengan pemberian kompensasi, Purnomo
(2003, pp.33-34) menjelaskannya sebagai berikut :
1. Memperoleh SDM yang
berkualitas, kompensasi yang menjanjikan akan menjadi daya tarik tersendiri
bagi para pencari kerja. Tingkat pembayar harus responsive terhadap penawaran dan permintaan
pasar kerja, karena para manajer organisasi akan berkompetisi untuk mendapatkan
pegawai yang berkualitas sesuai yang diharapkan.
2. Mempertahankan
pegawai yang ada, para pegawai dapat keluar jika besaran kompensasi tidak
kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran pegawai yang semakin
tinggi.
3. Menjamin
keadilan, manajemen kompensasi selalu berusaha agar keadilan internal dan
eksternal dapat terwujud. Keadilan internal menyatakan bahwa kompensasi
dikaitkan dengan nilai relatif suatu pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama
dibayar dengan besaran yang sama, sedangkan keadilan eksternal berarti bahwa
kompensasi terhadap pegawai merupakan sesuatu yang dapat dibandingkan dengan
organisasi lain.
4. Penghargaan terhadap
perilaku yang diinginkan, pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang
diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan perilaku di masa yang
akan datang, rencana kompensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan,
pengalaman, tanggung jawab dan perilaku- perilaku lainnya.
5. Mengendalikan biaya,
sistem kompensasi yang rasional akan membantu organisasi dalam memperoleh dan
mempertahankan para pegawai dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen
kompensasi yang efektif, maka bisa jadi pekerja akan dibayar di bawah atau di
atas nilai standar.
Berdasarkan
penjelasan diatas tujuan dari pemberian kompensasi tersebut saling terkait,
artinya apabila pemberian kompensasi tersebut mampu mengundang orang-orang yang
potensial untuk bergabung dengan organisasdan membuat pegawai yang baik untuk
tetap bertahan di organisasi, serta mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan
kinerjanya, berarti produktivitas juga akan meningkat dan organisasi dapat
menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, sehingga organisasi lebih
dimungkinkan untuk dapat mencapai sasaran strategisnya yaitu mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengembangkan usaha.
Sementara
itu Hasibuan (1997, pp.137-138) mengemukakan bahwa tujuan dari kompensasi,
antara lain:
1. Ikatan Kerjasama.
Agar
terjalin ikatan kerjasama antara majikan dengan pegawai, dimana pegawai harus
mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib
membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian.
2. Kepuasan Kerja.
Dengan
balas jasa, pegawai akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status
sosial dan egoistiknya sehingga ia memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya
itu.
3. Pengadaan Efektif.
Jika
program kompensasi ditetapkan cukup besar maka pengadaan pegawai yang
berkualitas untuk organisasi itu akan lebih mudah.
4. Motivasi.
Jika
balas jasa yang diberikan memotivasi bawahannya cukup besar, manajemen akan
lebih mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Pegawai.
Dengan
program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang
kompetitif, maka stabilitas pegawai lebih terjamin karena turn over relatif kecil.
6. Disiplin.
Dengan
pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin pegawai semakin baik,
mereka akan menyadari serta mentaati peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan
program kompensasi yang baik, pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan
pegawai akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika
program kompensasi itu sesuai dengan Undang-Undang Perburuhan yang berlaku
(seperti batas upah minimum), maka campur tangan pemerintah secara berlebihan
dapat dihindarkan.
Tujuan
pengembangan kompensasi bukanlah aturan yang harus dengan kaku diikuti dan
dijalankan, akan tetapi lebih kepada pedoman dalam pemberian upah/gaji kepada
para pegawainya. Semakin baik pengaturan gaji dan upah suatu organisasi maka
akan semakin baik pula gaji/upah tersebut diterima oleh para pegawainya.Pengaturan
kompensasi haruslah memenuhi beberapa tujuan. Kadang-kadang tujuan-tujuan ini
akan bertentangan satu sama lainnya.
Kompensasi
merupakan alat pengikat organisasi terhadap pegawainya, faktor penarik bagi
calon pegawai dan faktor pendorong seseorang menjadi pegawai. Dengan demikian
kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting di dalam memperlancar jalannya
roda organisasi/ organisasi. Menurut Martoyo (1994), fungsi kompensasi adalah :
1. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
Kompensasi
yang tinggi pada seorang pegawai mempunyai implikasi bahwa organisasi
memperoleh keuntungan dan manfaat maksimal dari pegawai yang bersangkutan
karena besarnya kompensasi sangat ditentukan oleh tinggi/rendahnya
produktivitas kerja pegawai yang bersangkutan. Semakin banyak pegawai yang
diberi kompensasi yang tinggi berarti semakin banyak pegawainya yang
berprestasi tinggi. Banyaknya pegawai yang berprestasi tinggi akan mengurangi
pengeluaran biaya untuk kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh
kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian pemberian kompensasi
dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
2. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem
pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas
organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya pemberian kompensasi yang kurang baik dapat
menyebabkan gejolak di kalangan pegawai akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya gejolak
ketidakpuasan ini akan menimbulkan kerawanan ekonomi.
E. Bentuk-Bentuk Kompensasi.
Seperti
di jelaskan diatas salah satu tujuan pokok pegawai dalam bekerja adalah untuk
memperoleh kompensasi yang seringkali berupa gaji yang diterima pegawai secara
periodik. Kompensasi diadakan agar pegawai dapat memenuhi seluruh atau sebagian
kebutuhan dan keinginannya. Organisasi / organisasi memberikan kompensasi
sebagai salah satu bentuk penghargaan atas jasa yang telah diberikan oleh
pegawai melalui hasil kerja. Kompensasi tidak selalu berbentuk imbalan yang
bersifat finansial/keuangan. Berikut ini adalah penjelasan tentang
komponen-komponen yang terdapat pada struktur kompensasi.
Menurut
Dessler (1992), membagi kompensasi pegawai dalam tiga komponen, yaitu :
1. Pembayaran
secara langsung (direct financial payment)
dalam bentuk upah, gaji, insentif, dan bonus.
2. Pembayaran
tidak langsung (indirect payment)
dalam bentuk tunjangan seperti : asuransi dan liburan atas dana organisasi.
3. Ganjaran
nonfinansial (nonfinancial rewards)
seperti hal-hal yang tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran
seperti : pekerjaan yang lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes, dan
kantor yang lebih bergengsi
Sedangkan Gomez-Mejia,
et al., (1995); Schuler dan Jackson (1999); serta Luthans (1998), kompensasi
dapat diklasifikasikan dalam tiga komponen utama, yaitu: Pertama, kompensasi dasaryaitu kompensasi yang
jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap, seperti upah dan gaji. Kedua,kompensasi variabel merupakan
kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan/atau waktu pembayarannya tidak pasti.
Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan pada pegawai yang
berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah pembayaran insentif pada
individu maupun kelompok, gainsharing,
bonus, pembagian keuntungan (profit sharing),
rencana kepemilikan saham pegawai (employee
stock-ownership plans) dan stock-option
plans. Ketiga, merupakan komponen terakhir dari kompensasi total
adalah benefit atau seringkali juga disebut indirect compensation (kompensasi
tidak langsung). Termasuk dalam komponen ini adalah (1) perlindungan umum,
seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi dalam
bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan asuransi; (3) pembayaran saat
tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja, sakit, saat
liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan
hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan, dan konseling.
Secara
umum dalam buku-buku manajemen sumber daya manusia yang ditulis oleh pakar
manajemen sumber daya manusia membagi kompensasi dapat dibagi atas dua kelompok
besar yaitu kelompok imbalan langsung (Direct
Compensation) yang terdiri dari imbalan yang diterima secara
langsung, rutin atau periodik oleh pekerja atau pegawai dan imbalan tidak
langsung (Indirect Compensation)
yang terdiri dari imbalan yang diterima secara tidak rutin atau periodik, yang
diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada pegawai.
Menurut
Bernadin dan Russell (1993 : 420) “Direct
compensation is the basic wage and the salary system, plus performance-based
pay. Indirect compensation is the general category for emplyee
benefits-mandated protection programs, health insurance, pay for time not
worked, and various other employee benefits”.Kompensasi
langsung adalah upah dasar dan sistem penggajian, ditambah pembayaran yang
didasarkan pada kinerja. Kompensasi tidak langsung adalah kategori yang umum
berupa benefit program perlindungan bagi pegawai, asuransi kesehatan, gaji yang
dibayar pada waktu tidak bekerja, dan berbagai benefit lain bagi kesejahteraan
pegawai.
Sementara
itu Simamora (2004, p.436) memetakan bentuk kompensasi dalam dua kelompok besar
yaitu :
Kompensasi Keuangan
a. Kompensasi Langsung
Simamora
(2004, p.441) mengatakan bahwa kompensasi dapat berupa kompensasi langsung dan
kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung dapat berupa upah, premi, dan
insentif. Upah adalah suatu bentuk pemberian kompensasi yang bersifat
”finansial” dan merupakan yang utama dari bentuk kompensasi yang ada. Upah
dibagi menjadi empat bagian yakni upah menurut prestasi kerja, upah menurut
lama kerja, upah menurut senioritas dan upah menurut kebutuhan. Sementara
insentif adalah suatu sarana motivasi yang diberikan kepada seseorang sebagai
perangsang atau pendorong yang diberikan secara sengaja kepada pegawai agar
mendapat semangat yang lebih besar untuk berprestasi.
a. Pengertian Upah
Menurut
Soeprihanto (1998) dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ”Upah
merupakan wujud sarana pengganti jasa yang diberikan oleh organisasi kepada
pegawai dimana seluruh penerimaan resmi yang mereka terima dari organisasi
dapat berbentuk uang atau jasa sehingga dapat meningkatkan produktifitas
kerja”. (p. 25). Menurut Flippo (2003, p.308), upah adalah harga untuk jasa
yang diberikan kepada orang lain, menurut dewan penelitian pengupahan nasional
upah adalah suatu imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja untuk
suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan berfungsi sebagai
kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan atau
dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan, undang-undang
serta peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja.
b. Pengertian Insentif
Menurut
Moekiyat (2002, p.77), insentif sering dipergunakan untuk menunjukkan
pembayaran jasa yang baik pada pekerja kasar atau administratif yang memadukan
pengawas upah yang dirumuskan termasuk gaji, tradisi makan minimum dan
perumahan dalam arti input, insentif, merupakan balas jasa, yang dibayar atas
kesatuan hasil. Menurut Nitisemito (2002, p.249), insentif adalah penghasilan
tambahan yang diberikan pada pekerja atau pegawai yang dapat memberikan
prestasi yang telah diberikan. Beberapa sifat dasar dalam sistem pengupahan
insentif adalah :
1. Sistem
pembayaran agar diupayakan cukup sederhana, sehingga mudah dimengerti dan
dihitung oleh pegawai yang bersangkutan sendiri.
2. Upah
insentif yang diterima benar-benar dapat menaikkan motivasi kerja mereka,
sehinggaoutput dan
efisensi kerjanya juga meningkat.
3. Pelaksanaan
pengupahan insentif hendaknya cukup cepat, sehingga pegawai yang berprestasi
lebih cepat pula merasakan nikmatnya berprestasi.
4. Penentuan
standar kerja atau standar produksi hendaknya scermat mungkin dalam arti tidak
terlalu tinggi, sehingga tidak terjangkau oleh umumnya pegawai, atau tidak
terlalu rendah, sehingga tidak terlalu mudah dicapai pegawai.
5. Besarnya
upah normal dengan standar kerja per jam hendaknya cukup merangsang pekerja
atau pegawai untuk bekerja giat.
Dalam
penentuan Insentif ada beberapa kesulitan yang harus dilalui, Heidjrachman
dalam Susilo Martoyo (1994) mengemukakan terdapat delapan kesulitan dalam
sistem pengupahan insentif yaitu:
1. Alat
ukur dari berbagai prestasi pegawai belum tentu dapat berhasil dibuat secara
tepat sebagaimana diharapkan, yakni wajar dan dapat diterima.
2. Alat
ukur dan tujuan organisasi harus terikat erat.
3. Data
tentang prestasi kerja pegawai harus cepat dan teratur terkumpul setiap saat
(hari, minggu, bulan).
4. Standar
yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar/ tingkat kesulitan yang sama untuk
setiap kelompok kerja.
5. Gaji/
upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima haruslah konsisten di
antara berbagai kelompok pekerja yang menerima insentif dan antara kelompok
yang menerima insentif dengan yang tidak menerima insentif.
6. Standar
prestasi haruslah disesuaikan secara periodic dengan adanya perubahan dalam
prosedur kerja.
7. Kemungkinan
tantangan dari pihak serikat pegawai harus sudah diperhitungkan secara matang.
8. Berbagai
reaksi kariyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang diterapkan juga harus
diantisipasi kemungkinannya .
2. Kompensasi Tidak Langsung
Kompensasi
tidak langsung yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah cakupan tunjangan (benefit)yang luas. Tunjangan pegawai adalah
(employee benefit) adalah
pembayaran (payment) dan
jasa(service) yang
melindungi dan melengkapi gaji pokok, dan organisasi membayar semua atau
sebagian dari tunjangan (Simamora, 2004, p.550). Tunjangan digunakan untuk
membantu organisasi memenuhi satu atau lebih dari tujuan berikut (Simamora,
2004, p.550) :
a. Meningkatkan
moral kerja pegawai
b. Memotivasi
pegawai
c. Meningkatkan
kepuasan kerja
d. Memikatkan
pegawai-pegawai baru
e. Mengurangi
putaran pegawai
f. Menjaga
agar serikat pekerja tidak campur tangan
g. Menggunakan
kompensasi secara lebih baik
h. Meningkatkan
keamanan pegawai
i.
Mempertahankan posisi yang menguntungkan
j.
Meningkatakan citra organisasi di kalangan pegawai
Sedangkan
efek utama dari tunjangan kompensasi adalah untuk menahan para pegawai di dalam
organisasi atas basis jangka panjang. Sedikit atau tidak ada bukti bahwa
diversitas yang sangat besar dari program gaji tambahan, yang sering
diistilahkan dengan ”tunjangan pelengkap (fringe
benefits)” befungsi untuk memotivasi pegawai ke arah produktivitas
yang lebih tinggi. Sedangkan program tunjangan pegawai dapat dibagi ke dalam
tiga kategori yaitu :
Tunjangan
yang menghasilkan penghasilan (income) serta
memberikan peningkatan rasa aman bagi kalangan pegawai dengan membayar
pengeluaran ekstra atau luar biasa yang dialami pegawai secara tidak terduga.
Sedangkan program tunjangan yang termasuk dalam kelompok ini adalah asuransi
kesehatan, asuransi jiwa, uang pensiun serta asuransi selama bekerja atau
asuransi tenaga kerja
Program
tunjangan yang dapat dipandang sebagai kesempatan bagi pegawai. Hal ini
meliputi mulai dari pembayaran biaya kuliah sampai liburan, hari besar, cuti
tahunan, dan cuti hamil bagi pegawai perempuan. Tunjangan ini berkaitan dengan
kualitas kehidupan pegawai yang terpisah dari pekerjaan.
Tunjangan
yang diberikan untuk menjamin kenyamanan pegawai selama bekerja di organisasi.
Yang temasuk dalam tunjangan ini adalah tersedianya kendaraan kantor, ruang
kantor yang nyaman bagi pegawai, dan adanya tempat parkir yang aman.
3. Kompensasi Non Keuangan
Definisi
kompensasi nonfinansial menurut Simamora (2001, p.541), kompensasi non
finansial terdiri dari kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu
sendiri, atau dari lingkungan psikologis, dan atau fisik dimana orang itu
bekerja. Kompensasi non finansial dibagi menjadi dua , yaitu:
a. Pekerjaan
adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh pegawai dalam rangka menyelesaikan
tugas-tugas yang telah dibebankan padanya. Pegawai akan menerima kompensasi non
keuangan berupa kepuasan kerja dengan melakukan pekerjaan yang dirasa tepat bagi
pegawai, antara lain :
1. Tugas-tugas
yang menarik
2. Tantangan
bagi sebagian pegawai yang merasakan pekerjaan yang kurang menantang/ monoton
akan dapat memacu ketidakpuasan pegawai atau bahkan membuat pegawai tersebut
keluar dari organisasinya demi mencari pekerjaan yang dianggap lebih menantang.
3. Tanggung
Jawab yaitu suatu bentuk kepercayaan yang diberikan oleh organisasi terhadap
pegawainya untuk menyelesaikan pekerjaan.
4. Pengakuan
yaitu suatu bentuk sikap yang diberikan organisasi kepada pegawai atas keberadaan
dan kedudukannya ditengah-tengah organisasi sebagai salah satu anggota yang
berkecimpung dalam organisasi.
5. Rasa
Pencapaian yaitu perasaan pegawai atas pencapaian dalam keberhasilannya untuk
menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan padanya dengan baik.
b. Lingkungan
pekerjaan adalah kondisi lingkungan dalam suatu organisasi dimana para pegawai
melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari-hari. Adapun lingkungan pekerjaan
terdiri atas :
1. Kebijakan-kebijakan
yang sehat maksudnya adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh manajemen
hendaknya harus adil tidak hanya mendukung organisasi saja sehingga organisasi
terkesan sewenang- wenang dalam menentukan kebijakan bagi pegawai, selain itu
kebijakan- kebijakan tersebut haruslah mampu mendukung pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan serta juga berfungsi sebagai sarana untuk membela kepentingan pegawai
dengan demikian kepuasan kerja akan diperoleh pegawai.
2. Supervisi
yang kompeten maksudnya adalah pengawas yang bijaksana dan cakap serta mampu
memberikan petunjuk-petunjuk, dukungan dan tanggung jawab yang nyata dalam
proses penyelesaian pekerjaan yang rumit dan kompleks, selain itu
pengawas juga memberikan kesempatan bagi pegawainya untuk ikut berpartisipasi
dan dalam segala hal yang berkaitan dengan penyelesaian pekerjaannya sehingga
secara otomatis kemampuan pegawai juga ikut berkembang sehingga tercipta
kepuasan kerja bagi pegawai.
3. Teman
kerja yang menyenangkan akan meningkatkan semangat kerja pegawai karena dengan
keeratan hubungan dengan teman kerja yang menyenangkan akan membantu proses
penyelesaian pekerjaan sehingga pekerjaan akan selesai dengan mudah dan cepat,
selain itu dengan keeratan hubungan dengan rekan kerja mampu mengurangi
ketegangan, kecemasan dalam kelompok, sehingga pegawai akan lebih mampu
menyesuaikan diri dengan tekanan pengaruh pekerjaan.
4. Lingkungan
kerja yang nyaman maksudnya adalah tempat kerja seseorang pegawai yang terdiri
dari lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik yang dapat mempengaruhi pegawai
dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Menurut
pendapat Handoko (1994, p.192), bahwa kegiatan-kegiatan pengaturan
lingkungan kerja juga mencakup pengendalian suara bising, pengaturan penerangan
tempat kerja, pengaturan kelembaban dan suhu udara, pelayanan kebutuhan
pegawai, pengaturan penggunaan warna, pemeliharaan kebersihan lingkungan, dan
penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan pegawai, seperti kamar mandi,
ruang ganti pakaian, dan sebagainya. Menurut Dessler (1997, p.349),
kompensasi non finansial atau ganjaran non finansial merupakan hal-hal yang
tidak mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran seperti pekerjaan yang
lebih menantang, jam kerja yang lebih luwes/ fleksibel, dan kantor yang lebih
bergengsi.
F. Faktor-faktor Yang Menjadi Pertimbangan Kompensasi.
Teori
kompensasi belum pernah mampu menyediakan suatu jawaban yang memuaskan atas
jasa yang dilakukan bagi individu bagi pekerjaan yang berharga. Sementara itu
tidak ada pendekatan secara ilmiah yang tersedia, sejumlah faktor secara
relevan dan yang khas digunakan untuk menentukan upah individu. Namun pada
dasarnya sistem kompensasi suatu organisasi harus direncanakan dan di buat, hal
ini diperlukan sebagai daya dukung para pegawai dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Hal
yang dapat dijadikan kebijakan dalam penetapan sistem kompensasi menurut Mondy,
Noe dan Premeaux (8th ed: 315} ada empat faktor, yaitu : faktor organisasi (The Organization), faktor
pegawai (The Employee), faktor
pasaran tenaga kerja (The Labor Market) dan
jenis pekerjaan itu sendiri (The
Job).
Dari
faktor organisasi (the organization), penetapan
kompensasi harus di lihat dari sisi kebijakan manajemen, keadaan politik yang
mempengaruhi organisasi dan kemampuan organisasi dalam melakukan pembayaran.
Dari
faktor pegawai (the employee) ,
penetapan kompensasi ini harus menyentuh hal-hal yang berkaitan dengan kinerja
pegawai itu, pembayaran berdasarkan merit, variable gaji, pembayaran yang
didasarkan pada keterampilan pegawai, pembayaran berdasarkan pada kompetensi,
Senioritas pegawai, pengalaman kerja, hubungan keanggotaan dalam organisasi,
potensinya, pengaruh politik dan yang terakhir adalah keberuntungan.
Dari
faktor pasaran tenaga kerja (the
labor market), penetapan kompensasi juga harus
melihat kompensasi yang berlaku secara umum di pasar tenaga keja, untuk itu
organisasi dalam menetapkan system kompensasi ini haruslah melakukan survey
pada organisasi lain, kelayakan, biaya hidup, organisasi buruh, tingkat social
dan perundang-undangan ekonomi yang berlaku.
Sedangkan
dari faktor pekerjaan (the job), maka penetapan system kompensasi
harus di dasari dengan, analisa jabatan (job
analysis), uraian tugas pekerjaan (job description), evaluasi
jabatan (job evaluation) dan
terakhir penawaran secara kolektip (collective
bargaining).
Mangkuprawira
(2003) menyampaikan ada beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen
kompensasi, antara lain :
Terdapatnya
rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam organisasi. Setiap pekerjaan
dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance. Mempertimbangkan keuangan
organisasi. Nilai rupiah dalam sistem penggajian mampu bersaing dengan harga
pasar tenaga kerja sejenis. Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang
yang berprestasi baik dan yang tidak dalam golongan yang sama. Sistem
penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja pegawai. Pada
umumnya pegawai akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan tanggungjawab,
kemampuan, pengetahuan, produktivitas, “on –
job” atau kegiatan kegiatan manajerial. Sedangkan pembayaran yang
berdasarkan ras, kelompok etnis, dan jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan
kebijaksanaan umum.
G. Dasar Perhitungan Kompensasi
Dasar
perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem pembayaran kompensasi
yang adil, dan menjadikan organisasi menarik, mampu bertahan hidup dan mampu memotivasi
pegawainya serta dapat melakukan penghematan biaya. Menurut Gomez-Mejia, et al.
(1995), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu menggunakan pendekatan pekerjaan atau jabatan (job-based approaches) dan menggunakan
pendekatan keterampilan (skill-based approaches).
1. Kompensasi berdasarkan jabatan atau pekerjaan
Ada
tiga komponen kunci untuk mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan.
Pertama, mewujudkan keadilan internal melalui
evaluasi jabatan; kedua, mewujudkankeadilan
eksternal melalui survei pasar; dan ketiga,
mencapai keadilan individu (Gomez-Mejia,
et al., 1995). Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai
unit kepentingan. Beberapa metode mengevaluasi jabatan secara keseluruhan,
sedangkan beberapa lainnya menggunakan faktor-faktor yang dapat dikompensasi.
Metode evaluasi jabatan yang sudah sangat populer dipakai untuk mengevaluasi
posisi eksekutif, manajer dan professional maupun posisi teknik, administrasi
dan manufaktur adalah metode Hay
Guide Chart-Profile.
Secara
operasional, sistem ini mengandalkan tiga faktor utama yang bisa dikompensasi,
yaitu pemecahan masalah (problem solving),
kecakapan (know how) dan
pertanggungjawaban (accountability).
Menurut metode ini, faktor-faktor yang penting mempunyai nilai tinggi,
sedangkan faktor-faktor yang kurang penting mempunyai nilai yang lebih rendah.
Evaluasi jabatan ini hanya untuk internal organisasi bukan untuk menghitung
tingkat upah di pasar atau organisasi lain. Selain itu evaluasi jabatan ini
hanya fokus pada nilai tugas masing-masing jabatan, bukan pada orang yang
melaksanakannya (Schuler dan Jackson, 1999; Gomez-Mejia et al., 1995).
2. Kompensasi berdasarkan keterampilan
Para
akademisi dan konsultan menegaskan bahwa pembayaran kompensasi berdasarkan
jabatan dapat dengan mudah disalahgunakan dan sudah tidak cocok lagi dengan
kebutuhan pada dewasa ini. Menurut Bridges (1994), Murlis dan Fitt (1991) dalam
Schuler dan Jackson (1999), pendekatan-pendekatan kompensasi berdasarkan
jabatan yang konvensional: (1) mendukung organisasi hierarkis kaku yang menekan
motivasi serta kreativitas pegawai, (2) beranggapan bahwa orang adalah
komoditas yang dapat dibentuk untuk “cocok dengan” peran-peran yang telah
ditentukan, (3) tidak cocok untuk organisasi yang lebih ramping saat ini,
dimana tim-tim kecil dan fleksibel yang terdiri dari orang-orang dengan aneka
keterampilan secara ekonomis lebih masuk akal daripada sejumlah individu dengan
satu keterampilan, (4) tidak cocok dalam sektor jasa, dimana keberhasilan masa
depan terletak pada pengetahuan yang dimiliki pekerja ketimbang jabatan yang
diberikan kepada mereka.
Menurut
Lawler (1983), alasan digunakannya keterampilan sebagai dasar perhitungan
kompensasi adalah karena (a) pegawai yang berkemampuan tinggi atau yang mampu
mengembangkan keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih tinggi,
walaupun
jabatannya tetap. (b) nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai
pekerjaan yang dilakukannya. Pegawai yang memiliki kemampuan dan keterampilan
tentu akan tertarik pada organisasi yang memberikan kompensasi berdasarkan
kemampuan dan keterampilan, sebab pada umumnya pegawai yang mempunyai
keterampilan lebih, mengharapkan kompensasi yang lebih banyak pula.Menurut
Dessler (2000) terdapat empat perbedaan antara kompensasi berdasarkan
keterampilan (skill-based pay) dan
kompensasi berdasarkan pekerjaan atau jabatan (jobbased
pay) yaitu: tes kompetensi, efek perubahan jabatan, senioritas, dan
peluang promosi.
3. Keadilan dan Kelayakan dalam Pemberian Kompensasi
Selain
hal-hal diatas, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan unsur keadilan dankelayakan.
a. Keadilan
Dalam
pemberian kompensasi apakah itu berupa upah, gaji, bonus atau bentuk-bentuk
lainnya, penting sekali diperhatikan masalah keadilan terebut. Keadilan bukan
berarti sama rasa sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait adanya
hubungan antara pengorbanan (input)
denganoutput.
Semakin
tinggi pengorbanan, semakin tinggi penghasilan yang diharapkan, sehingga oleh
karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanan (input)
yang diperlukan suatu jabatan. Input dalam
satu jabatan ditujukan dari persyaratan-persyaratan (spesifikasi) yang harus
dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin
tinggi pula penghasilan (output) yang
diharapkan.
Output ini ditunjukkan dari upah yang
diterima para pegawai yang bersangkutan, dimana didalamnya tercantum rasa
keadilan yang sangat diperhatikan oleh setiap pegawai penerima kompensasi
tersebut. Bila tuntutan keadilan seperti seperti ini telah terpenuhi ini
berarti organisasi telah memiliki internal
consistency dalam sistem kompensasinya.
b. Kelayakan
Di samping masalah keadilan dalam pemberian kompensasi perlu
diperhatikan masalah kelayakan. Pengertian layak ini berkaitan dengan standar
hidup seperti kebutuhan pokok minuman atau upah
minimum sesuai dengan ketentuan pemerintah. Kelayakan
juga dilihat dengan cara membandingkan pengupahan di organisasi lain. Bila
kelayakan ini sudah tercapai, maka organisasi sudah mencapai apa yang disebut external consistency (Konsistensi
Eksternal).
Apabila upaya di dalam organisasi yang bersangkutan lebih
rendah dari organisasi-organisasi lain, maka hal ini dapat mengakibatkan
kesulitan bagi organisasi untuk memperoleh tenaga kerja. Oleh karena itu untuk
memenuhi kedua konsistensi tersebut (internal dan eksternal) perlu digunakan
suatu evaluasi pekerjaan.
4. Hubungan Kompensasi dengan Peningkatan Kinerja Pegawai
Berbicara
tentang kebijakan pemberian kompensasi, umumnya hanya tertuju pada jumlah yang
dibayarkan kepada pegawai. Apabila jumlah kompensasi telah cukup memadai,
berarti sudah cukup layak dan baik. Permasalahannya sebenarnya tidak
sesederhana itu, sebab cukup memadai menurut kacamata organisasi, belum tentu
dirasakan cukup oleh pegawai yang bersangkutan. Menurut Nitisemito (1996)
pengaruh kompensasi terhadap pegawai sangatlah besar. Semangat kerja yang
tinggi, keresahan dan loyalitas pegawai banyak dipengaruhi oleh besarnya
kompensasi. Pada umumnya, pemogokan kerja yang sering terjadi di negara kita ini,
sebagian besar disebabkan karena masalah upah.
Pembayaran
kompensasi berdasarkan keterampilan, sebenarnya dalam kondisi tertentu dapat
meningkatkan kinerja pegawai, disamping dapat pula membuat pegawai frustasi.
Bagi pegawai yang memang memiliki keterampilan yang dapat diandalkan, maka
pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan dapat meningkatkan kinerja,
sebaliknya
bagi pegawai yang tidak memiliki keterampilan dan tidak mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan keterampilannya, maka sistem pemberian kompensasi ini dapat
mengakibatkan frustasi.
Dikaitkan
dengan teori pengharapan, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan
akan memotivasi pegawai, sebab dalam teori pengharapan dikatakan bahwa seorang
pegawai akan termotivasi untuk mengerahkan usahanya dengan lebih baik lagi
apabila pegawai merasa yakin, bahwa usahanya akan menghasilkan penilaian
prestasi yang baik. Penilaian yang baik akan diwujudkan dengan penghargaan dari
organisasi seperti pemberian bonus, peningkatan gaji atau promosi dan penghargaan
itu dapat memuaskan pegawai.
Jadi
dalam teori pengharapan terdapat tiga hubungan, yaitu hubungan antara usaha dengan
prestasi, hubungan prestasi dengan penghargaan organisasi dan hubungan antara
penghargaan organisasi dengan tujuan pegawai. Apabila penghargaan yang
diberikan oleh organisasi sesuai dengan pengharapan dan dapat memuaskan
kebutuhannya, maka pegawai tersebut akan termotivasi untuk lebih meningkatkan
usaha/kinerjanya, sebaliknya apabila usaha yang dilakukan tidak mendapat
penghargaan sesuai dengan harapan pegawai, maka pegawai yang bersangkutan akan
merasa frustasi, sehingga tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Menurut
Robbins (2001), kompensasi berdasarkan keterampilan adalah sesuai dengan teori
ERG (Existence, Relatedness and Growth theory)
dari Alderfer, sebab sistem pembayaran ini dapat mendorong pegawai untuk
belajar, meningkatkan keterampilannya dan memelihara keterampilannya. Hal ini
dapat diartikan, bahwa bagi pegawai yang ingin memenuhi kebutuhannya dengan
lebih baik, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan akan menjadi
pendorong baginya untuk lebih meningkatkan keterampilan, agar memperoleh
kompensasi yang lebih tinggi, sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.
Dikaitkan
dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need
for achievement theory), pemberian kompensasi berdasarkan
keterampilan juga sesuai, sebab sistem pembayaran kompensasi ini dapat akan
mendorong pegawai untuk bekerja lebih efisien, mau mempelajari keterampilan
yang baru atau berusaha meningkatkan keterampilannya, sehingga siap menghadapi
tantangan baru. Hal ini cukup jelas, sebab mempelajari keterampilan baru
merupakan tantangan tersendiri bagi seseorang yang ingin maju. Apabila
tantangan ini dapat dilampaui, maka akan timbul rasa bangga bagi yang bersangkutan,
kebanggaan bukan hanya karena prestasi yang meningkat, namun karena penghargaan
yang diterima juga meningkat dan memuaskan bagi dirinya.
Dalam
kaitannya dengan teori penguatan (reinforcement
theory), pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan akan
mendorong pegawai untuk belajar secara kontinyu, mengembangkan keterampilannya,
dan dapat bekerja sama dengan anggota lain dalam organisasi. Semakin berkembang
keterampilan yang dimiliki, maka akan semakin besar pula kompensasi yang akan
diterimanya.
Sistem
pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai dengan teori keadilan
(equity theory) yang membandingkan
antara prestasi yang dicapai dengan kompensasi atau penghargaan yang diberikan
oleh organisasi. Apabila prestasi pegawai sebanding dengan penghargaan yang
diberikan oleh organisasi, maka motivasi pegawai untuk meningkatkan kinerjanya
dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi yang diberikan
sesuai dengan keadilan dan harapan pegawai, maka pegawai akan merasa puas dan
termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya.
Pada
kenyataannya, sebagian besar organisasi masih kurang menghargai keterampilan
dan kemampuan seseorang, sehingga sering dijumpai pemberian kompensasi
didasarkan pada senioritas bukan pada kemampuan seorang pegawai untuk
mengembangkan keterampilan yang dimilikinya. Kondisi ini dapat mengakibatkan
pegawai menjadi apatis dan tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya,
sebab peningkatan keterampilan tidak diimbangi dengan peningkatan kompensasi.
Sebaliknya, kompensasi akan naik dengan sendirinya tanpa perlu meningkatkan
keterampilan. Hanya waktu yang dapat meningkatkan besarnya kompensasi, sehingga
apabila kompensasi ditingkatkan, pegawai hanya termotivasi untuk sementara
waktu, setelah itu kinerjanya akan kembali seperti semula. Hal ini merupakan
salah satu sebab yang mengakibatkan organisasi sulit untuk meningkatkan
produktivitas maupun kualitas produknya, sehingga sulit untuk menghasilkan
produk yang berkualitas dengan harga yang kompetitif.
Agar
pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya, sebaiknya organisasi
menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada pegawai
juga perlu dijelaskan bahwa kompensasi yang diberikan, dihitung berdasarkan
keterampilan dan kemampuan mereka dalam mengembangkan keterampilannya untuk
menunjang penyelesaian tugas yang dibebankan kepadanya. Sebagaimana dicontohkan
di depan, apabila pegawai tata usaha mampu mengetik menggunakan mesin ketik
manual maupun elektrik dengan hasil yang memuaskan, seharusnya dibayar lebih
tinggi daripada yang hanya mampu menggunakan mesin ketik manual saja. Demikian
pula bagi yang telah mampu mengoperasikan komputer dengan terampil, seharusnya
dinilai lebih daripada yang lain.
H. Kesimpulan
Dalam
Organisasi manusia ditempatkan sebagai unsur yang sangat khusus, karena manusia
baru akan terdorong untuk bekerja dan meningkatkan produktivitasnya jika
beragam kebutuhannya mulai dari kebutuhan fisik (seperti : makan, papan,
pakaian), kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan
aktualisasi diri dapat terpenuhi dengan baik.
Ada
beberapa hal yang perlu diingat oleh organisasi dalam pemberian kompensasi.
Pertama, kompensasi yang diberikan harus dapat dirasakan adil oleh pegawai dan
kedua, besarnya kompensasi tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan oleh
pegawai. Apabila dua hal ini dapat dipenuhi, maka pegawai akan merasa puas.
Kepuasan akan memicu pegawai untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga
tujuan organisasi maupun kebutuhan pegawai akan tercapai secara bersama.
Untuk
mencapai keadilan sebagaimana diharapkan oleh pegawainya, maka organisasi harus
mempertimbangkan kondisi eksternal, kondisi internal dan kondisi individu.
Kompensasi harus diusahakan sebanding dengan kondisi di luar organisasi.
Kompensasi juga harus memperhatikan kondisi individu, sehingga tidak memberikan
kompensasi dengan pertimbangan subyektif dan diskriminatif. Untuk memenuhi
harapan pegawai, hendaknya kompensasi yang diberikan oleh organisasi dapat
memuaskan berbagai kebutuhan pegawai
Kompensasi
yang diberikan berdasarkan pekerjaan atau senioritas tanpa memperhatikan
kemampuan dan keterampilan seringkali membuat pegawai yang mempunyai
keterampilan dan kinerja baik menjadi frustasi dan meninggalkan organisasi,
sebab kompensasi yang diberikan oleh organisasi dirasakan tidak adil dan tidak
sesuai dengan harapan mereka. Sebaliknya kompensasi ini akan membuat pegawai
yang tidak berprestasi menjadi benalu bagiorganisasi. Kompensasi yang diberikan
berdasarkan kinerja dan keterampilan pegawai nampaknya dapat memuaskan pegawai,
sehingga diharapkan pegawai termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan
mengembangkan keterampilannya. Hal ini disebabkan karena pegawai yang selalu
berusaha untuk meningkatkan kinerja dan keterampilannya akan mendapatkan kompensasi
yang semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler,
G. 2000. Human Resource Management. 8th edition. New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dessler,
Gary. 1992. Manajemen Personalia. diterjemahkan
oleh : Agus Dharma, Edisi Ketiga. Erlangga. Jakarta
Flippo.
Edwin B. 1995. Manajemen Personalia. Diterjemahkan
oleh : Mohammad Masud. Edisi Keenam. Jilid Kedua. Erlangga. Jakarta.
Gomez-Mejia,
L.R., D.B. Balkin, dan R.L. Cardy. 1995. Managing
Human Resources. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.
Handoko,
T. Hani. (2000). Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE
Hasibuan,
Malayu S.P. (1997). Manajemen sumber daya manusia. , Jakarta: Gunung Agung
Hadipurnomo.
1992. Tata Personalia. Cetakan
Kelima. Jambatan. Jakarta
Hariandja,
M.T.E. (2002). Manajemen SDM: Pengadaan, Pengembangan,
Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai.
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta.
Lawler,
E.E. 1983. Sistem Imbalan dan Pengembangan Organisasi.
Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
Luthans,
F. 1998. Organizational Behavior. 8th edition. New
York: The McGraw-Hill Co., Inc.
Mangkuprawira,
Sjafri. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Cetakan
Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Mangkunegara,
A.P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Pertama, Rosda, Bandung
Moekijat.
1995. Manajemen Kepegawaian. Bumi
Aksara. Jakarta.
Mondy,
R.W., R.M. Noe, dan S.R. Premeaux. 1999. Human
Resource Management. 7th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Nitisemito,
A.S. 1996. 45 Wawasan Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
Ranupandoyo,
Heidirachman. 1994. Manajemen Personalia. Edisi
Ketiga. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.
Ruky,
Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Robbins,
S.P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi.
Jakarta: Prenhallindo.
Schuler,
R.S., dan S.E. Jackson. 1999. Manajemen
Sumber Daya Manusia: Menghadapi Abad Ke-21. Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Simamora,
Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bina Aksara, Jakarta
Sedarmayanti.
(2001). Sumber daya manusia dan produktivitas kerja. Bandung: C.V Mandar Maju
Jurnal
Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 1 No. 2, Oktober 2003
Jurnal
Ilmiah “Manajemen & Bisnis” Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara Vol. 02 No. 02 Oktober 2002
Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4, No. 2, September 2002: 108 - 122
Jurnal
Pendidikan Penabur - No.04 / Th.IV/ Juli 2005
0 komentar:
Posting Komentar