Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 ayat (3) “Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari pajak dan retribusi daerah” dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 ayat (4) “Alokasi
dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10%
(sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus”.
Alokasi Dana Desa yang
bersumber dari APBD Kabupaten/Kota termasuk dalam Belanja Tidak Langsung yaitu
Belanja Bantuan
Keuangan Kepada Pemerintah Desa. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dan Belanja
Langsung merupakan belanja yang
dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok
belanja tidak langsung
terdiri dari belanja pegawai
(gaji), belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial
(bansos), belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, serta belanja tak
terduga. Sementara kelompok belanja
langsung meliputi, belanja
pegawai (honorarium), belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Untuk membiayai
jalannya roda pemerintahan dan pembangunan Pemerintah Kabupaten/Kota, sebagian
besar masih tergantung pada pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU)
maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebagian besar Dana Alokasi Umum telah habis
terserap pada belanja pegawai (Gaji Pegawai) sekitar 40% - 50% (dalam Kelompok
Belanja Tidak Langsung). Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping
sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping
tersebut bersumber dari Pendapatan APBD.
Hasil Pajak Daerah ditambah Retrebusi
Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) untuk Alokasi Dana
Desa. Disisi lain, penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih relatif
kecil jumlahnya, kemapuan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak
Daerah, Retrebusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah
yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dalam membiayai
Belanja APBD hanya mampu berkisar 5%-10% dari Total Belanja APBD. Berarti APBD
Kabupaten/Kota sangat tergantung dengan Dana yang bersumber dari pusat berupa
Dana Perimbangan. Apabila sekitar 50% untuk Belanja Pegawai
(dalam Kelompok Belanja Tidak Langsung) yang bersumber dari DAU + 10% untuk Dana
Desa (DAU+DBH) + 10% untuk Dana Desa (Hasil Pajak Daerah + Hasil Retrebusi
Daerah) digunakan untuk kelompok Belanja Tidak Langsung, maka yang terjadi
Kelompok Belanja Tidak Langsung akan lebih tinggi jika dibandingkan kelompok
Belanja Langsung.
Apabila dilihat dari kriteria struktur
APBD yang Sehat, Belanja Langsung lebih tinggi dari Belanja Tidak Langsung. Maka
dari kondisi ditetapkannya UU No.6 Tahun 2014 membuat struktur APBD tidak sehat/tidak
ideal, karena Belanja Langsung akan rendah dibandingkan Belanja Tidak Langsung,
walaupun sesungguhnya Belanja Tidak Langsung penggunaannya untuk Belanja
Publik.
Sumber : Rustam Effendi, SE., M.Si., Akt. (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tulang Bawang)
0 komentar:
Posting Komentar