Breaking News
Loading...
Sabtu, 28 Maret 2015

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 ayat (3) “Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan retribusi daerah” dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 72 ayat (4) “Alokasi dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus”.
Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota termasuk dalam Belanja Tidak Langsung yaitu Belanja  Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa. Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan dan Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai (gaji), belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial (bansos), belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, serta belanja tak terduga. Sementara kelompok belanja langsung meliputi, belanja pegawai (honorarium), belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Untuk membiayai jalannya roda pemerintahan dan pembangunan Pemerintah Kabupaten/Kota, sebagian besar masih tergantung pada pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Sebagian besar Dana Alokasi Umum telah habis terserap pada belanja pegawai (Gaji Pegawai) sekitar 40% - 50% (dalam Kelompok Belanja Tidak Langsung). Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana Pendamping tersebut bersumber dari Pendapatan APBD.
Hasil Pajak Daerah ditambah Retrebusi Daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh persen) untuk Alokasi Dana Desa. Disisi lain, penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih relatif kecil jumlahnya, kemapuan Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah, Retrebusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dalam membiayai Belanja APBD hanya mampu berkisar 5%-10% dari Total Belanja APBD. Berarti APBD Kabupaten/Kota sangat tergantung dengan Dana yang bersumber dari pusat berupa Dana Perimbangan. Apabila sekitar 50% untuk Belanja Pegawai (dalam Kelompok Belanja Tidak Langsung) yang bersumber dari DAU + 10% untuk Dana Desa (DAU+DBH) + 10% untuk Dana Desa (Hasil Pajak Daerah + Hasil Retrebusi Daerah) digunakan untuk kelompok Belanja Tidak Langsung, maka yang terjadi Kelompok Belanja Tidak Langsung akan lebih tinggi jika dibandingkan kelompok Belanja Langsung.

Apabila dilihat dari kriteria struktur APBD yang Sehat, Belanja Langsung lebih tinggi dari Belanja Tidak Langsung. Maka dari kondisi ditetapkannya UU No.6 Tahun 2014 membuat struktur APBD tidak sehat/tidak ideal, karena Belanja Langsung akan rendah dibandingkan Belanja Tidak Langsung, walaupun sesungguhnya Belanja Tidak Langsung penggunaannya untuk Belanja Publik.

Sumber : Rustam Effendi, SE., M.Si., Akt. (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Tulang Bawang)

0 komentar: