Breaking News
Loading...
Rabu, 22 Desember 2010

Mahasisiwa secara garis besar memiliki dua tanggung jawab, yakni tanggung jawab internal dan eksternal, tanggung jawab intenalnya adalah dia harus berusaha utuk selalu belajar dan memahami segala ilmu untuk dia isi keotaknya. Dan yang kedua adalah dia harus bisa mengaplikasikan ilmu yang dia miliki untuk pengabdian pada rakyat dengan memberikan beberapa solusi yang konkrit dan objektif pada segala permasalan dan keluhan yang dirasakan dan dihadapi masarakat.
Bangkitlah pemuda mahasisiwa, rebutlah hak-hakmu yang dirampas, kobarkanlah api perjuangan, singsikanlah lengan baju, rapatkanlah barisan, lawanlah penindasan abdikan ilmu dan tenaga untuk rakyat, jangan apatis dengan kebohongan, jangan diam dengan jeritan rakyat dan berjuangalah bersama rakyat karena itu adalah satu-satunya jawaban dari persoalan-persoalan yang terjadi hari ini.
Dalam genggaman tangan pemuda mahasisiwa dan kekutan yang sejati dari rakyat yang akan menghancurkan kekuasaan tirani dan membumi hanguskan kekuatan imperialisme, kapitalis birokrat dan feodalisme yang selama ini menghancurakan kesejahtraan rakyat sehingga pemuda mahasiswa masa depannya suram, hilang lapangan pekerjaanya, hangus bangku pendidikannya dan harus terpaksa menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Bangkitlah, berorganisilah dan berjuanglah kaum muda lawanlah penindasan. Itulah yang diharapkan bangsa ini padamu untuk keluar dari keterpurukan hidup ini.
Mahasiswa adalah di barisan para intelektual. Mahasiswa adalah kandidat besar untuk menempati diri dalam posisi intelektual organic. Oleh sebab itu sudah sewajarnya mahasiswa memiliki peranan yang sangat penting dalam sejarah bangsa Indonesia.
Tapi yang kita lihat selama ini, mereka hidup dalam hingar bingar budaya massa (mass culture) dan budaya pop (pop culture) yang dikonstruksi kapitalisme. Mahasiswa jarang sekali yang memakai aspek kognisi mereka untuk melihat realitas masyarakat yang ada. Mereka tidak menggunakan kompetensi pengetahuan mereka kecuali hanya didalam ruang kelas saja tetapi tidak untuk memahami realitas yang terjadi di dalam masyarakatnya.
Lalu mahasiswa juga sudah tidak memiliki kesadaran akan apa yang sedang terjadi di masyarakat. Sekali lagi karena mahasiswa sudah terhegemoni (soft hegemony) oleh sebuah kekuatan yang kita sebut kapitalisme global. Mungkin itulah yang dapat menggambarkan hilangnya kesadaran mahasiswa.
Mahasiswa oleh sebab itu tidak dapat disebut sebagai intelektual organik sebab mereka sudah tercerabut dari tempatnya semestinya yaitu masyarakat. Mahasiswa menjadi sebuah kelas baru yang sangat prestisius, mahasiswa menjadi borju-borju muda dengan masa depan yang cerah dihadapannya.
Dengan keadaan mahasiswa yang seperti itu, maka itu berimbas kepada gerakan mahasiswanya.Gerakan mahasiswa yang seharusnya menyatu dengan masyarakat pada kenyataannya malah menjadi sebuah gerakan baru dalam masyarakat. Ciri khas dari gerakan mahasiswa yang paling kentara adalah mahasiswa memposisikan gerakan mereka sebatas gerakan moral an sich. Mahasiswa terkesan menjadi pahlawan kesiangan yang tiba-tiba datang bila ada masalah yang dihadapi bangsa dan setelah menunjukkan muka lantas mahasiswa langsung kembali ke kampus, seperti jelangkung yang datang tak dijemput pulang tak diantar. Padahal sebuah persoalan bangsa tidaklah muncul saat itu saja, melainkan sebuah akumulasi dari kejadian-kejadian yang terdahulu. Permasalahan bangsa harus dilihat sebagai sebuah adegan bukan sebuah potret sehingga untuk menyelesaikannya pun perlu sebuah usaha yang sistematis dan terprogram yang melihat permasalahan dari segi strukturnya.
Oleh karena itu hal ini mengisyaratkan sebuah perubahan pola pergerakan mahasiswa dari gerakan yang berbasis moral an sich menuju ke sebuah pola yang gerakan sosial yang tetap berbasiskan kepada moral dan intelektual. Dengan begitu gerakan mahasiswa tetap terintegrasikan dalam sebuah gerakan masyarakat yang lebih besar, bersinergi dengan gerakan-gerakan social lain dan tujuan yang ingin dicapai dapat tercapai dengan sebuah gerakan yang massif terkoordinir dan tidak terpecah-pecah seperti yang terjadi dengan gerakan mahasiswa sekarang, baik hubungan gerakan mahasiswa dengan gerakan mahasiswa lainnya maupun hubungan gerakan mahasiswa dengan gerakan masyarakat lainnya.
Banyak sekali mahasiswa yang terperangkap dalam dunia idealismenya sendiri. Dia terperangkap dalam dunia ideal yang dibangunnya yang dunia itu sama sekali tidak memiliki relevansi dengan kondisi real masyarakatnya. Dan yang lebih parah lagi terkadang idealisme itu sama sekali tidak terejawantahkan dan termanifestasikan dalam realitas yang sebenarnya. Hal ini disebabkan, meminjam konsep praksis Habermas, karena tidak ada jembatan yang menghubungkan alam idealitas menuju alam realitas. Jembatan yang paling ampuh untuk mengejawantahkan idealisme ini tak lain adalah gerakan sosial yang tersistemik dan terprogram.
Sudah seharusnya mahasiswa menggunakan metode dalam mengkomunikasikan idealisme yang dimilikinya. Jangan sampai idealisme yang dimiliki mahasiswa hanya terealisasi dalam bentuk-bentuk demonstrasi yang tidak sistemik dan tanpa arah tujuan yang jelas. Gerakan mahasiswa harus mengakomodir idealisme praksis dan bertransformasi kedalam bentuk gerakan sosial yang berbasis pada moralitas dan intelektualitas.

Mahasiswa, yang seharusnya menyuarakan nurani masyarakat, malah menjadi musuh masyarakat.
Memblokade jalan dan terlibat perang batu. Aksi memalukan, justru mengundang kebencian sekaligus menggagalkan tujuan demo itu sendiri. (Saya tidak menyalahan mereka berdemo, namun berdemolah sebagaimana demonya kaum intelektual). Tidak bisa dipungkiri, ada oknum setiap pergerakan mahasiswa, yang ingin menghancurkan tujuan aksi, yang pada akhirnya mahasiswa terprovokasi. Tapi seharusnya mahasiswa tidak gampan terpancing karena yang dirugikan adalah mereka sendiri. Akibat demonstrasi yang anarkistik, tujuan agar suara mereka didengar justru tak tercapai. Soalnya, masyarakat justru muak melihat aksi brutal. Alhasil masayarakat vs mahasiswa.
Mahasiswa harus berintrospeksi. Mestinya mereka sadar bahwa tindakan anarkistik hanya akan mencoreng gerakan mahasiswa yang sudah ada dan bersejarah. Tugas mahasiswa sebagai kaum intelektual justru mengikis habis budaya kekerasan, bukan melestarikannya. Perlu pula dibuang jauh-jauh kebanggaan konyol yaitu keberanian berkelahi. Sekali lagi, aksi-aksi semacam ini jelas tidak bermutu dan justru menjadi musuh rakyat.

Sumber: http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/10/sangat-sayang-jika-suara-mereka-baru-bisa-didengar-jika-mereka-berbuat-kasar/

0 komentar: